Wednesday, April 24, 2013

Happy Belated World Book Day!





I read a book, therefore I am. There is no certain measurement to define either a good book or a bad one, not even from how many exemplars it was produced. For me a good book is one which pouring positive things in readers mind ― after I read them, life has never been the same again, or just simply make my day. Whether fiction or non fiction, those books give me a new mindset to facing the problem in life. And furthermore motivated me, push me to be a better person than I used to. Reading a book is habit, just as a cup of coffee to kick start a day. I'm a big fan of Sitta Karina and Dewi Lestari. They two could spread a spirit, love, thought, and even nationalism through their books. It's definitely captivated my heart! Happy Belated World Book Day! PF: 23 April 2013

Xoxo
Ninda


PICTURE: BY AUTHOR

Saturday, April 20, 2013

Line of The Week

"... but not every relationship is meant to last forever. And sometimes the best thing you can do is take a step back and give yourself a chance to breath" - Mom to Aria (Pretty Little Liars Season 3)

Thursday, April 18, 2013

17.55


           Genap sebulan ia menjadi pelanggan kedai “POJOK” Bu Wiryo. Entah apa yang membawanya datang kemari hampir setiap sore. Yang Abi tahu wanita itu selalu mengambil tempat yang sama di kedai ibunya, memesan minuman yang sama, dan pulang ketika senja menutup mata. Sore ini, seperti sore-sore sebelumnya, ia tengah membenamkan diri pada buku kecil bersampul coklat yang tak pernah lupa ia bawa. Pena di genggamannya menari lincah pada lembar-lembar terakhir di buku itu.

            “Ini kopinya, mbak. Coffeemix, airnya dikit, nggak pakai gula,” kata Abi sembari memindahkan gelas dari nampan ke atas meja. Kedai milik ibu Abi memang hanyalah kedai kecil yang menjajakan makanan dan minuman ala kadarnya. Tidak seperti kedai kopi di tengah stasiun yang memajang latte dengan berbagai pilihan syrup di buku menu mereka. Namun ketika ditanya, wanita yang juga kerap membantu Abi belajar itu menjawab lebih suka ke kedai POJOK karena suasananya lebih tenang.

            “Wah sudah hafal pesanan saya nih. Lho tapi Abi kok masih bantu-bantu? Kata ibu minggu ini ada ulangan umum? Nggak belajar?”

          “Belajar dong mbak. Sudah bawa buku paket sama buku catatan kok. Aku kan anak gaul stasiun, kayak embak,” tukas bocah yang baru duduk di bangku kelas 4 SD tersebut.

         “Hahaha! Emang saya kayak anak gaul stasiun ya, Bi? Hahaha…” Tak urung tawa itu pecah. “Makasih ya, kopinya.”

            “Mbak suka banget kopi ya? Kok nggak pernah nyoba kopi sachet yang lain tho mbak?

           Ia meraih kopi di hadapannya, kemudian mengulum senyum setelah tegukan yang kedua. “Saya kalau sudah jatuh cinta sulit berpaling ke yang lain, Bi. Walau cuma kopi sachet tapi mekanismenya sama,” tuturnya kemudian. Menyiratkan makna bahwa relasi antara ia dan kopi lebih dari dependensi.

            Abi manggut-manggut, meski yang ia tahu perihal cinta baru sebatas lirik lagu Coboy Junior dari DVD bajakan miliknya. Namun tiba-tiba pertanyaan yang selama ini Abi simpan kembali mengusik keingintahuannya. Akhirnya Abi memberanikan diri.

            “Berarti mbak jatuh cinta sama stasiun ini juga ya? Makanya hampir tiap sore datang ke sini? Stasiun kan ada banyak, mbak. Belum lagi kalau masuk peron sekarang harus beli tiket juga. ” Untuk ukuran anak seusianya Abi memang tergolong kritis.

            Ada suara berderit yang nyaris tak terdengar saat wanita itu memajukan kursi. Ia mengubah posisi duduk yang tadinya bersandar menjadi sedikit condong ke depan. Menciptakan jeda yang lebih ditujukan untuk diri sendiri.

            “Ummm saya dan stasiun ini punya cerita, Bi. Jadi dulu jam-jam segini saya sering naik kereta dari sini. Dulu sekali saya juga sering jemput teman dan malemnya saya anterin lagi ke stasiun ini.” Abi bisa meresakan gestur wanita di hadapannya berubah saat melavalkan kata teman. Fragile. Meski masih bau kencur Abi cukup cerdas menerjemahkan sebutan teman sebagai mantan pacar. “Jadi iya, saya mungkin jatuh cinta dengan cerita di stasiun ini.”

* * *

          Untuk kali yang ketiga Abi melirik ke arah jam bundar, satu-satunya ornamen yang menggantung di dinding ruangan itu. Setengah enam lewat. Sebentar lagi wanita yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri itu akan pulang. Abi ragu, apakah ia harus meminta maaf atas pertanyaannya yang lancang tadi. Dari balik etalase dengan beberapa bagian kaca yang sudah retak, Abi menonton siluet yang sama, wanita itu menatap udara kosong.

            Pk 17.55, sebuah kereta bercat kuning melintas di jalur empat. Ada detil yang selama ini luput dari pandangan Abi. Tatapan wanita itu berubah. Luruh. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan sesuatu di ujung mata agar tidak tumpah ke luar. Sepuluh menit kemudian kereta kuning itu berlalu, menyisakan dengung dari kejauhan yang sore ini terdengar sangat pilu di telinga Abi.

            Wanita itu menutup bukunya, lalu berdiri untuk memberikan beberapa lembar uang ribuan ke ibu Abi.

            “Maturnuwun, Bu. Saya pamit dulu,” ucapnya sembari tersenyum.

            “Sami-sami, mbak. Besok dateng lagi tho?” tanya Bu Wiryo.

          “Iya Bu, kalau nggak hujan. Soalnya sekarang sore suka hujan. Abi, mbak pulang ya, belajar yang rajin biar nilai ulangannya bagus.”

            Tidak secrigis biasanya, kali ini Abi hanya mengiyakan pelan.

Kini Abi tahu, wanita itu pulang bukan setelah senja menutup mata, namun setelah kereta Pk 17.55. Dan Abi tahu ke kota mana hati wanita itu ikut pergi.

            Segera, Abi beranjak dari tempat duduknya, mengejar sosok yang baru beberapa detik berlalu dari kedai ibu. “Hati-hati, Mbak Randu!” Setengah berteriak bocah itu mengucapkan salam.

           Randu membalikkan badan, membalasnya dengan lambaian tangan dan senyum mengembang.


DISCLAIMER: Cerita di atas hanya fiktif belaka, saya persembahkan bagi jiwa-jiwa yang menolak untuk move on. Jika terdapat kesamaan nama, karakter, maupun cerita maka... ah sudahlah.

PICTURE: http://www.123rf.com

Monday, April 15, 2013

Paris Van Java



According to its name, Paris Van Java is a kind of resto that has design like Paris itself. But not literally French Restaurant. We can't find French food within their menu, but Western, Asian and Indonesian food instead. Main course starts from 25K, and 9K for the drinks. They also offer a lovely snacks in case your tummy is kinda full. Since I had in-a-rush-dinner that day, I couldn't take either a proper picture or review. My bad. All I can say is, the taste is good, and so does the ambience. They have every reason to come back over and over again. P.S live music on Saturday, yet you better come at weekdays when this place not too frenzy to enjoy. Bon Appétit! 


PARIS VAN JAVA 
Jl. Singosari Raya No. 28, Semarang
(024) 8311938
Mon - Sun: 10:00 - 22:00

PICTURE: BY AUTHOR

Friday, April 12, 2013

The Green Spot



Talking about future, have you ever imagine how your home interior looks like? Despite I aint a type of person who vocal on go-green-things, I'll gladly keep some green spots surrounding. Not too lush, but green enough to build a connection between me and nature. Something that freshen and has a class also. Pictures above are collected from any different sources when I did sneak peek at Design Sponge. They were just mesmerizing my eyes in a green way!

PICTURE: DESIGN SPONGE




Thursday, April 11, 2013

Daily Bread


"What's for breakfast?" Fried rice? Pancake (Am I sound western enough?)? A loaf of bread with milk? Or just simply a cup of coffee? The first thing I thought even before getting out off bed. So yes, I'm a foodie person. When it comes to food, I'll quite overwhelmed. You can ask my friends for sure. This morning I was too busy of making a difficult decision about what-to-eat, even though this is where I should pray in the very beginning. Hehe... Meanwhile, I got enlightenment in a flash. I've discovered man does not live on bread alone. Let's dig deeper, we need another "bread", God's word, something-something, you named it. I take a look at myself in few months ago. That "bread" had thoroughly given me a power while everything around me was tumbling down (not to mention broken-hearted issue). Aaaaaand my bread for today is about "The Penny Syndrome". Small contributions can make a huge difference. So here I am, divide all of those little thoughts. Hope this post will be able enlightening your mind throughout the hectic day. It's almost 5 PM anyway. What's for dinner? Nom nom nom...


Xoxo
Ninda



"It's easy to feel like a penny in a trillion dollar deficit. But when we obey The Lord in every circumstance, it all adds up. Collectively, our acts of faith, large or small, make a big difference. And every penny counts."  - Fitzhugh


PICTURE: Design Sponge


Tuesday, April 9, 2013

Movie Review: G.I. Joe Retaliation


Director: Jon M. Chu
Genre: Action, Adventure, Fiction, Sci-Fi
Cast: Dawney Johnson, Bruce Willis, Channing Tatum, D.J. Cotrona, Adrianne Palicki, Byung-hun Lee, Ray Park, Jonathan Pryce
Distributed by: Paramount Pictures

SPOILER: ALERT!!!

G.I. Joe: Retaliation merupakan sekuel dari G.I. Joe The Rise of Cobra yang diputar pada 2009 lalu. Dalam sekuelnya dikisahkan G.I. Joe tidak hanya bertarung melawan mortal enemy mereka Cobra, melainkan juga melawan pemerintah USA. Zartan, salah satu anggota Cobra berhasil memanipulasi pemerintahan dan menjebak G.I. Joe sebagai penjahat yang merencanakan pencurian nuklir di Paskitan. Perintah resmi untuk memusnahkan seluruh anggota G.I. Joe pun diturunkan. Hingga akhrinya hanya tersisa tiga personil yang harus berjuang untuk merebut kembali pemerintahan sekaligus mengembalikan nama baik G.I Joe.




Frankly I'd interested to watch this movie because of the cast. Film ini menyuguhkan aktor-aktor A-list seperti Bruce Willis, Dawney Johnson/The Rock, dan Channing Tatum. Girls supposed to love Channing Tatum. Who doesn't? Namun baru beberapa menit film berjalan, peran kapten G.I Joe, Duke (Channing Tatum) dihilangkan. JEDERRRRR!!! Yes girls, our Channing Tatum was die in a blink! Saya melongo, bukan hanya karena Duke mati, namun karena Duke "begitu saja" mati. Nggak ada dramatisasinya dan minus emosi. Padahal ini merupakan sequence dimana drama bisa disisipkan. Adegan sentimentil Roadblock (Dawney Johnson) yang merupakan best friend Duke juga kurang dimunculkan saat si kapten ini tewas. Terlepas dari itu, hal ini merupakan tindakan yang cukup berani dengan menghilangkan Channing Tatum di awal film dan menggeser spot light ke Mas The Rock dan Om Bruce Willis.
Captain Duke
Sebagai pecinta drama garis keras saya tetap harus berpendapat bahwa Jon M. Chu sebagai sutradara benar-benar minimalis dalam menggarap emosi antar pemain. Ketika seluruh anggota G.I Joe dibantai di padang gurun dan hanya tersisa Redblock, Lady Jaye (Adrianne Palicki) dan Flint (D.J. Cotrona), Snake Eyes (Ray Park) sebagai satu-satunya G.I Joe yang selamat karena tidak ikut serta dalam misi juga tidak memberikan peranan berarti untuk menolong tiga kawannya. Adegan bertemunya Snake Eyes dan ketiga G.I Joe juga cuer banget. Mungkin scooring di film ini memang difokuskan untuk adegan action bukan dramanya. Or is it just me?

Dari segi content cerita tidak ada sesuatu yang baru, satuan agen rahasasia yang difitnah sebagai musuh negara kemudian berusaha mencari kebenaran demi memulihkan nama baik. So typical. Alur flashback Snake Eyes dan si sipit lucuk Storm Shadow (Byung-hun Lee) juga sangat membingungkan jika penonton tidak mengikuti film pertama. Belum lagi beberapa adegan nanggung, seperti romantisme Lady Jaye dan Flint yang cuma lepas-lepas baju tapi nggak sampai ke kasur. Oke, yang ini memang subjektif. *naikin tali beha*

Untung kehadiran Bruce Willis sebagai Jendral Joseph Colton, veteran kapten G.I Joe dan Dawney Johnson sedikit menyelamatkan. That's why we called them a legend, no? Sedangkan Lady Jaye sebagai satu-satunya agen wanita berperan tak ubahnya Bond's girl dalam film-film James Bond. Though her acting was a bit dull, the way she dressed was totally hot! Mayan buat tombo gelo.
Lady Jaye in Red
But still, G.I Joe has a gorgeous cinematography. It's everything an action movie should be. On top of that, those BANG-BANG-scenes, kung fu fighting, explosions, gave me a pay back, all the reasons we buy a ticket to see. 2.5 from 5 for G.I Joe: Retaliation!

You can visit their official website here

PICTURE SOURCE: www.comicbook.com, www.collider.com, www.craveonline.com