Friday, November 20, 2009

KRIK KRIK KRIKKK

LIFT SOLO GRAND MALL, Pk 23.17
Pasca menonton 2012



Me: Eh de kalo tiba2 ada gempa bumi waktu kita di lift kek yg di film td begimana ya?

Paskah: Mba ninda gg usah aneh2 deh!

Me: terus nih ya de, ntar lampu lift tiba2 mati deh. lift nya begoncang. trus meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi!!!

Paskah: Mba ninda!!!!!

Me: kita treak-treak dah de, "Aaaaarrggghhh Aaarghh!!!!". gitu... *begidik*

Paskah: (-_-")


Tiba2 lift naek ke lantai 5. Dan pintu lift pun terbuka...

Me: iih sepertinya nyeremin *berbisik pd diri sendiri sambil melengin pala ke luar lift*

Orng2 dlm lift: *melihatku dengan tatapan aneh selama sepersekian detik* HUAHAHAHAA!!!! HHMPFF!!! *menahan tawa*

Nanda: bego lu yank! *ikut ketawa*

Me: gw td kan ngomongnya pelan, yank... *menunduk malu sambil nyari lobang buat nyemplungin diri*

Orng2 dlm lift: HMMMPFFF!!! HMMPFF HIHI!!! *masih ketawa ketiwi*

Me: *terus nundukin pala keki sampai lantai basement*

krik krik krikk...

Wednesday, September 23, 2009

1st Anniversary

I was remember what you said one years ago , huncy .
I know that You are not Superman .
But thank for always be My Man :)

HAPPY 1st ANNIVERSARY , huncy

Hope we could celebrate this anniversary together once again .


"Well I'm no superman
But I'll love you that best I can
And you know I'm just flesh and bones, but with you
I feel I'm flying
Don't you know I'm no superman
But I'll always be your man

I was searching for a heart that's beating
As fast as the way I'm feeling
Trying to find some peace there in my soul
You know it was your love that saved me
The answer to my prayers you gave me
And I hope I'll be all you deserve
"


PF : 23.09.09

Friday, June 12, 2009

SAAT SEMUA TAK LAGI SAMA

Angin itu berbalik arah
Dari utara menjadi selatan
Aku merasakan beda

Kamu menamai derajat itu deviasi
Aku menyebutnya elevasi
Aku merasakan beda

Aku dan kamu termutasi
Dari pualam yang sempurna menjadi serpihan tanpa warna
Aku merasakan beda

Cinta tak lagi tak terhingga
Namun terfinit dalam kata
Aku merasakan beda

Rasa kita terdistorsi

Saat semua tak lagi sama,
mungkin ini yang mereka sebut kadaluwarsa





Thursday, May 14, 2009

Wednesday, May 13, 2009

SELAMAT JALAN, BAMBI



Hari dan tanggal kelahiran Bambi entah kapan. Namun ia baru bertengger di kamarku sejak dua bulan yang lalu. Ia yang paling gemuk dan subur diantara teman-temannya.

Bambi, horta pertamaku dalam jelmaan babi pink lucu. Butuh kesabaran 1 minggu untuk munculnya rumput hijau lebat di punggung Bambi. Tubuhnya yang coklat muda harus berubah menjadi sedikit lebih tua ketika tetesan air itu meresap—syaratnya bertumbuh. Mungkin bagi kebanyakan orang Bambi tak lebih dari sebuah boneka horta (medium untuk menanam biji rumput dalam bentuk boneka-red). Namun ia sudah seperti teman yang setiap pagi selalu ku siram dan kumandikan sinar matahari. Ia mengisi kekosongan yang kadang tak bisa diisi oleh teman manusiaku. Aku berterimakasih untuk itu.

Hingga tiba waktunya aku harus meninggalkan Bambi seorang diri. Empat hari aku pulang ke Semarang. Bambi kutitipkan pada salah seorang mba kos ku.
“Mba, titip Bambi ya. Jangan lupa disiram tiap pagi terus dikenain matahari ya, mba. Aernya jangan terlalu banyak tapi juga jangan terlalu dikit,” pesanku saat itu.
Tapi entah karena mba kosku tidak memberikan takaran air yang tepat, atau selama empat hari matahari enggan berbagi sinarnya, ataukah takaran kasih sayang yang kami berdua berikan berbeda, Bambi pun layu. Rumput di punggungnya menguning dan terkulai. Satu minggu aku berusaha memperjuangkan Bambi ditengah masa kritisnya. Tapi keadaan yang aku jumpai justru jauh lebih menyedihkan, melihat Bambi pada suatu batas antara hidup dan mati.

Mungkin mba kosku benar, bahwa setiap horta itu memang ada masa hidupnya. Sekitar satu sampai dua bulan, dan setelah itu ia akan mati. Awalnya aku berusaha ingkar akan hal itu, tapi toh kini aku harus belajar menerimanya.
Aku merelakan Bambi.

Kuletakkan Bambi di sudut meja komputerku, tanpa siraman air dan matahari. Namun entah bagaimana menjelaskannya, aku lebih bahagia melihatnya seperti itu. Sudah saatnya.

Bertepatan saat postingan ini dibuat, lagu dari Vitamin C – Graduation (Friends Forever) sedang mengalun dari play list ku. Membawaku pada dua tahun silam, saat dimana tiga orang sahabat sedang berkumpul dengan Time Capsule berisi impian 7 tahun mendatang di tangan mereka.

Siang ini aku membaca postingan di wall facebookku dari sahabatku Collin. Dia menuliskan kurang lebih seperti ini :
Pen, mungkin kalo ntar gue balik, gue ga akan balik ke Semarang lagi.

Sampai detik ini aku belum tahu maksud postingan itu. Keluarganya akan pindahkah? Dia akan pergi jauhkah?

Aku teringat Bambi.
Saat aku mendapatkannya.
Saat aku melihatnya tumbuh.
Saat aku merelakannya pergi.

Masa hidup Bambi merupakan sebuah siklus. Ada tahapan ketika ia tumbuh, perubahan warna salah satunya. Sama seperti persahabatan yang memiliki tahapannya dalam warna. Tak selalu muda, kadang juga berwarna tua.
Aku tahu akan tiba saat dimana Bambi kering dan mati. Sama tahunya bahwa akan tiba saatnya dimana sahabat-sahabat itu tidak akan selalu tinggal. Ia mengisi kekosongan yang ada untuk kemudian meninggalkan kekosongan yang berbeda. Dan kelak akan hadir seseorang untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkannya.

Segala hal di dunia ini tidak ada yang abadi, seperti perjumpaan.
Sama halnya dengan perjumpaan, begitu pula dengan perpisahan.
Lagi-lagi sebuah siklus.

Terimakasih untuk Bambi kecilku yang darinya aku telah belajar merelakan sebuah kepergian dengan garis lengkung di wajahku. Memahami lebih dalam dari arti meninggalkan dan ditinggalkan tanpa embel-embel atribut bernama rasa sakit. Bambi boleh kering, boleh mati, namun aku tahu dia abadi. Begitu pula dengan mereka, meski jauh, meski terpisah, meski tak dapat tinggal, mereka akan tetap ada di sana.

Aku sayang kalian.
Buat Bambi, terimakasih untuk selalu mengisi ruang kosong di sudut meja komputerku.
Buat Collin dan Najin, semoga 5 tahun dari sekarang kita bisa membuka Time Capsule itu bersama-sama.

“As we go on we remember all the times we had together. And as our lives change, come whatever we will still be friends forever…”

Thursday, May 07, 2009

Tuesday, March 17, 2009

SEASON 2

“Nindut, kamu kenapa? Mau crita? Ntar malem kita ketemuan ya.”
Pertanyaan pertama. Dari seorang kakak yang biasa ku panggil Mbak Vania.

“Wah, udah jadi tante janda donk kamu, Nin?”
Aku tertawa membaca sms yang mempertanyakan statusku saat itu. Antara bingung harus menjawab apa, sekaligus merasa lucu dalam waktu yang bersamaan. Pertanyaan kedua. Kali ini datang dari Mbak Dezmon.
“Ha. Haha. Hahaha. Hahahaha…”
“Lagi patah hati kok malah ketawa,” simpulnya.

“Cik, piye ama bimbo?” lagi.

“Boleh tahu? Kamu ada apa tho ama Om? Kalian baik-baik aja, kan?” dan lagi.

“Lhoh, Dor. Bukannya kemarin kamu uda putus?” Entah kali ini pertanyaan yang keberapa.

Tiga hari yang lalu aku tidak tahu harus menjawab apa. Dua hari yang lalu aku masih tidak tahu harus berekspresi bagaimana. Tapi kemarin malam aku tahu dengan pasti apa yang aku rasakan. Oh My Gosh, aku betul-betul bisa merasa empati dengan Dewi Persik ketika kehidupan cintanya dipertanyakan oleh media dan khalayak! Namun bedanya aku belum sempat kawin siri.
Hahahaha…

“Bsk Lighter atau GH? Temu kangen sekalian gossip.”
Well, apakah ini semacam konferensi pers?

Malam ini akhirnya aku datang ke GH memenuhi undangan. Bersama dia, dan itu lebih dari sekedar jawaban. Kami bungkam, mempersilahkan Mbak Dezmon, Bang Ndut, dan Yeye merangkai jalan ceritanya masing-masing dengan ending yang sudah tersedia.

“Jadi sudah koma, tho. Gak titik lagi...” Sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.
Aku nyengir lebar ke arah Bang Ndut.

Tidak ada koma, yang ada hanyalah awal baru. Paragraf baru.

Sekarang aku hanya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada kalian yang telah membuat kami merasa menjadi artis selama beberapa hari belakangan dengan perhatian serta dukungan yang datang. Buat Nanda, Mbak Dezmon, Mbak Vania, Bang Ndut, Yeye, kk Ndeph, Ujang, Keshia, Rani, Diaz, Nadya, Sigit, Yoga, Dilla, dan pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam postingan ini. Sungguh, kami tidak bermaksud membuat sensasi kalau itu yang sedang kalian pikir saat ini.

Untuk teman-teman yang sempat bertanya, yang hanya asas praduga tak bersalah, yang mengira-ira, yang penasaran, yang memberikan dukungan baik agar kami tetap berpisah maupun rujuk kembali, yang dengan rela menghibur dan mendoakan yang terbaik buat kami, yang sudah mendapat jawaban, dan yang belum mendapat jawaban, kisah kami memang sudah berakhir saat itu. Titik, bukan koma. Namun kini, ijinkan lah kami untuk membuka babak baru. Season 2.

Segala keputusan yang pernah ada merupakan sebuah media pembelajaran tersendiri bagi kami. Entah untuk saling menemukan atau melepaskan. Namun kami memilih untuk berdiri pada pilihan yang pertama. Kami ingin belajar kembali. Membaca hati, menghitung kasih, menghafal janji, dan merumuskan kata maaf. Kami sempat buta akan beberapa hal, tapi kini saatnya untuk kami belajar mengeja rasa demi rasa hingga akhirnya membentuk sebuah frasa yangsempurna.

Thursday, March 12, 2009

TITIK BUKAN KOMA

"Seseorang seharusnya bersama karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutan akan sepi" (Rectoverso - Dee), sebuah kalimat yang pagi ini telak menohokku. Aku tahu kali ini adalah final. Kami berdua merasa kelelahan yang sama. Mungkin selama ini aku terlalu egois dengan memaksakan diri. Mencoba mengerti padahal sama sekali tak mengerti dan terus menuntut untuk dimengerti.

Perbedaan itu indah, ada yang berkata demikian dulu sekali. Berbeda untuk saling mengisi. Namun kini aku tahu akan satu hal, ternyata ada perbedaan yang tak bisa dipersatukan. Layaknya aku dan dia. Kami tidak bisa saling mengisi dalam wadah yang berbeda. Mungkin rasa sayang kami akan jauh lebih indah untuk diwujudkan bukan dalam status "pacar". Cintaku dan cintanya terlalu egois dalam ikatan itu.

Aku lelah membuatnya jenuh.
Aku lelah membuatnya marah.
Aku lelah melihat ekspresi malam itu.

Aku ingin menjadi seorang yang berbeda dengan si 5 tahun itu, si 1 tahun itu, dan gadis-gadisnya terdahulu. Aku berpikir bahwa aku bisa. Dan sekarang harus kuakui kalau aku gagal.

"Aku uda menawarkan untuk kita sama-sama lagi tadi, Nin, tapi kamu bilang ga bisa. Dan aku ga bisa untuk menunggu yang ga pasti," katanya.
Aku terhenyak. Ternyata di matanya aku adalah sesuatu yang 'ga pasti' itu. Bukan salahnya, tapi salahku. Mungkin salahku karena merasa harus kecewa mendengar pernyataan itu. Pada awalnya aku berpikir bahwa rasa cinta itu berbeda, sehingga ada pengecualian dalam hal menunggu. Tapi ternyata aku sama saja dengan yang lain, setidaknya itulah kesimpulanku.

Sakit ketika keputusan berpisah itu akhirnya mencapai garis akhir. Saat kami harus berjalan dalam setapak yang berlawanan tanpa bisa menjaga satu sama lain. Saat cinta dan sayang masih sama-sama ada namun tak kuasa untuk menyatukannya.
"Aku juga masih sayang sama kamu. Tapi kalau rasa sayang itu hanya membuat aku dan kamu sama-sama sakit, mungkin harus berakhir seperti ini," lontarku tanpa dia tahu bahwa jauh di sana aku menangis.

Kami berpisah bukan dengan sisa cinta yang ada, namun dengan segenap cinta yang kami tahu masih benar-benar ada. Dalam keadaan dimana aku belum bisa untuk sekarang, dan dia tidak bisa menunggu nanti. Kami kehilangan.

Sekali lagi, ini bukan kesalahannya, melainkan kesalahanku ketika aku kecewa akan perbedaan persepsi kami dari arti kata 'menunggu'.

Seandainya kamu membaca postingan ini, aku ingin kamu tahu bahwa nggak selamanya kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan seketika itu juga. Aku tahu kamu adalah seorang tuan muda yang terbiasa untuk itu. Tapi terkadang kita perlu menunggu sebagai bentuk pengorbanan untuk hal besar yang ingin kita genggam kelak. Atau kau akan kehilangannya sama sekali, tanpa tahu apapun...

Aku sayang kamu.
Aku cinta kamu.
Aku berterima kasih untuk kehadiranmu selama 5 bulan 10 hari ini.
Tapi saat ini tanganku sudah tak sanggup untuk tetap menggenggam kita.

Kamu tahu, seperti aku tahu, bahwa aku tak menginginkan perpisahan seperti ini. Aku masih berharap akan ada 'koma'. Tapi toh aku harus menghargai keputusanmu yang menginginkan 'titik' ketika kita bersebrangan dalam hal menunggu.

Sungguh, seandainya kamu membaca postinganku, aku ingin kamu tahu bahwa dalam postingan ini aku benar-benar ingin menulis TO BE CONTINUED pada baris terbawahnya. Dan maafkan aku ketika pada akhirnya aku terpaksa untuk menulis...


THE END