Wajahnya biasa saja, penampilan standar, postur tubuh juga tidak sempurna. Tapi selalu ada kekhawatiran kecil akan wanita itu. Namanya Lynora.
“Dia memang sangat keterlaluan pada Ly. Biarpun dia sahabat saya, tidak seharusnya dia seperti itu pada wanita,” oceh ia.
Ly. Dalam iba yang ia lafalkan, aku bahkan bisa mendapati sebersit kekaguman di sana. Ia selalu menyelipkan Ly dalam setiap perjumpaan kami. Aku tahu rasa cinta ia utuh milikku. Tapi Ly membuatnya timpang.
“Saya heran sama Ly, masih saja mau diperlakukan seperti itu. Sekarang rasakan sendiri akibatnya.” Ia tidak marah, ada sesuatu tak terdefinisikan dalam intonasi ia yang nyaris datar.
Logika di otakku terus berteriak untuk melontarkan satu pertanyaan. “Kamu cinta sama Ly?” Akhirnya keberanian itu muncul dalam suatu sore yang kami lalui bersama.
Ia tersenyum seolah ingin berkata kamu lucu sekali!
Ia kecup keningku. “Sekarang kamu tahu siapa yang saya cintai.”
Kami menikmati hening.
Wanita itu seperti duri yang membuat langkah aku dan ia terus terseok. Ly, si nona tak terlihat yang entah sejak kapan membuat hubungan kami tidak sempurna. Ly seolah ingin merebut ia. Dan Ly memposisikan dirinya sebagai seorang yang lebih mengerti ia daripada aku. Ly selalu membuatku muak.
Ia bilang Ly itu wanita nekat dengan kadar rasio 0%. Ly pemberani.
Ia bilang Ly saklek pada agamanya. Ly wanita yang takut akan Tuhan.
Ia bilang Ly sangat annoying dengan ide-ide tidak masuk akal. Ly seorang yang berpikir out of the box.
Ia bilang Ly begitu childish ketika merajuk. Ly kuat, meski ia tampak lemah.
Ia bilang Ly nyentrik, wanita nyleneh. Ly memegang karakternya.
“Ly adalah sahabat saya yang bodoh” Ly adalah seorang yang sangat berarti bagimu.
Ly. Dan Ly. Lalu Ly. Selalu Ly.
Siang itu aku dan Ly bertemu. Seharusnya aku mendatangi Ly dan berteriak “TOLONG PERGI DARI KAMI!” Namun tatapan Ly mengunciku. Ia memohon. Bukan, ia memohon bukan untuk dirinya.
Sebenarnya siapa kamu, Ly? Mengapa begitu sulit untuk membencimu?
Aku seperti ABG labil ketika diam-diam menelanjangi inbox ia. Hari ini ia genap 21 tahun. Kubawakan ia kue ulang tahun dengan 21 lilin menyala. Kuberikan ia kado yang ia impikan sejak lama. Aku bahkan menyiapkan surprise party dengan teman-temannya.
Sedetik kemudian semua itu terasa bukan apa-apa saat mendapati kalimat Ly yang berbunyi, “Terimakasih kamu telah hadir di dunia ini. Aku bersyukur akan hal itu. Selamat ulang tahun, Cez.” Nama Ly terpampang dengan detail 00.01
Ketulusan itu lebih dari yang dapat aku berikan. Rasa sayang, dan mungkin cinta.
Aku menemukan “kubik”. Sebuah folder khusus yang ia ciptakan untuk menyimpan Ly-nya. Aku menemukan jawaban.
10/04/2010
“Aku tahu keadaan kita sulit, dan ternyata kau lebih memilih menyerah dengan cara yang seperti ini. Kau mengecewakanku.”
11/04/2010
“Cez, tolong lepaskan aku. Jangan begini, kau justru akan menyakiti banyak orang.”
12/04/2010
“You was choosing! I just take a decission. Cez, bukankah kau telah memilih?”
13/04/2010
“Kau bilang ia adalah pelarianmu dariku?!?! Kau jahat, Cez! Pada kami!”
14/04/2010
“Aku membencimu, Cez. Sangat. Kau menyakitiku melebihi siapapun. Tapi aku ingin belajar mengampunimu.”
15/04/2010
“Cintai dia. Dengan begitu aku akan tahu kau juga mencintaiku dengan cara yang berbeda.”
Mereka menyimpan perasaan itu. Rapat. Dalam sebuah kubik yang tertutup bagi orang luar seperti aku.
“Dia memang sangat keterlaluan pada Ly. Biarpun dia sahabat saya, tidak seharusnya dia seperti itu pada wanita,” oceh ia.
Ly. Dalam iba yang ia lafalkan, aku bahkan bisa mendapati sebersit kekaguman di sana. Ia selalu menyelipkan Ly dalam setiap perjumpaan kami. Aku tahu rasa cinta ia utuh milikku. Tapi Ly membuatnya timpang.
“Saya heran sama Ly, masih saja mau diperlakukan seperti itu. Sekarang rasakan sendiri akibatnya.” Ia tidak marah, ada sesuatu tak terdefinisikan dalam intonasi ia yang nyaris datar.
Logika di otakku terus berteriak untuk melontarkan satu pertanyaan. “Kamu cinta sama Ly?” Akhirnya keberanian itu muncul dalam suatu sore yang kami lalui bersama.
Ia tersenyum seolah ingin berkata kamu lucu sekali!
Ia kecup keningku. “Sekarang kamu tahu siapa yang saya cintai.”
Kami menikmati hening.
***
Wanita itu seperti duri yang membuat langkah aku dan ia terus terseok. Ly, si nona tak terlihat yang entah sejak kapan membuat hubungan kami tidak sempurna. Ly seolah ingin merebut ia. Dan Ly memposisikan dirinya sebagai seorang yang lebih mengerti ia daripada aku. Ly selalu membuatku muak.
Ia bilang Ly itu wanita nekat dengan kadar rasio 0%. Ly pemberani.
Ia bilang Ly saklek pada agamanya. Ly wanita yang takut akan Tuhan.
Ia bilang Ly sangat annoying dengan ide-ide tidak masuk akal. Ly seorang yang berpikir out of the box.
Ia bilang Ly begitu childish ketika merajuk. Ly kuat, meski ia tampak lemah.
Ia bilang Ly nyentrik, wanita nyleneh. Ly memegang karakternya.
“Ly adalah sahabat saya yang bodoh” Ly adalah seorang yang sangat berarti bagimu.
Ly. Dan Ly. Lalu Ly. Selalu Ly.
***
Siang itu aku dan Ly bertemu. Seharusnya aku mendatangi Ly dan berteriak “TOLONG PERGI DARI KAMI!” Namun tatapan Ly mengunciku. Ia memohon. Bukan, ia memohon bukan untuk dirinya.
Sebenarnya siapa kamu, Ly? Mengapa begitu sulit untuk membencimu?
***
Aku seperti ABG labil ketika diam-diam menelanjangi inbox ia. Hari ini ia genap 21 tahun. Kubawakan ia kue ulang tahun dengan 21 lilin menyala. Kuberikan ia kado yang ia impikan sejak lama. Aku bahkan menyiapkan surprise party dengan teman-temannya.
Sedetik kemudian semua itu terasa bukan apa-apa saat mendapati kalimat Ly yang berbunyi, “Terimakasih kamu telah hadir di dunia ini. Aku bersyukur akan hal itu. Selamat ulang tahun, Cez.” Nama Ly terpampang dengan detail 00.01
Ketulusan itu lebih dari yang dapat aku berikan. Rasa sayang, dan mungkin cinta.
Aku menemukan “kubik”. Sebuah folder khusus yang ia ciptakan untuk menyimpan Ly-nya. Aku menemukan jawaban.
10/04/2010
“Aku tahu keadaan kita sulit, dan ternyata kau lebih memilih menyerah dengan cara yang seperti ini. Kau mengecewakanku.”
11/04/2010
“Cez, tolong lepaskan aku. Jangan begini, kau justru akan menyakiti banyak orang.”
12/04/2010
“You was choosing! I just take a decission. Cez, bukankah kau telah memilih?”
13/04/2010
“Kau bilang ia adalah pelarianmu dariku?!?! Kau jahat, Cez! Pada kami!”
14/04/2010
“Aku membencimu, Cez. Sangat. Kau menyakitiku melebihi siapapun. Tapi aku ingin belajar mengampunimu.”
15/04/2010
“Cintai dia. Dengan begitu aku akan tahu kau juga mencintaiku dengan cara yang berbeda.”
Mereka menyimpan perasaan itu. Rapat. Dalam sebuah kubik yang tertutup bagi orang luar seperti aku.
***
No comments:
Post a Comment