Saturday, August 20, 2011

30 HMS

Kami hanya tiga mahasiswi yang ingin cepat lulus *sigh*. Daripada gantung diri di pohon cabe mikirin skripsuit, lebih baik kita heppi heppi :)


30 Hari Menyelesaikan Skripsi
Dari kiri ke kanan: Ujang, saya, Atuna

Tuesday, August 16, 2011

When Hanbok Meet Braided Style

Last night I tried to mix my Hanbok with braided hair style. Are both matched? I'm pretty sure the real fashion blogger will scream, "It's a big no no!!! You don't be serious!" Wew! I have no fashion background, right? Anyway, big thanks to my brother Mas Win who give me this Hanbok from Korea :)











With my hair stylist

Hair Stylist: Nitamiar Wijayanti
Photographer: Atuna Kamil
Photo editor: Me
Take: 15/08/11

Thursday, August 11, 2011

Macaroni Schotel Farewell

"Nothing makes the earth seem so spacious as to have friends at a distance, they make the latitudes and longitudes" (Henry David Thoreau)


We only part to meet again


Macaroni schotel farewell


Bestie :)



Xoxo


Take care, dear...
PS: Tahun depan kita maen bareng lagi ya, Najin. Aku dan Collin akan ke Korea menengokmu. You will always have the special place in my life :')

Dapur Keju, 9 Agustus 2011

Thursday, August 4, 2011

Crazy Little Thing Called Love



Thanks to atuna yang sudah mereferensikan film ini kepada saya. Film Thailand bergenre komedi romantis ini bercerita tentang first love dan sukses menghadirkan kembali frame masa lalu tentang:

  1. Mencintai secara diam-diam
  2. Mencari berbagai detail tentang si dia (yang mungkin bagi orang dewasa terlihat sangat bodoh).
  3. Walk pass just to see his face
  4. Berharap bisa masuk ke dalam inner circle nya
  5. Keep his things as a precious souvenir
  6. Call him just to hear his voice
  7. Does everything to become beautiful. Ingin menjadi "terlihat"
  8. Cinta tak terbalas
Pemeran utama, Nam (Pimchanok Luevisetpaibool) digambarkan sebagai ordinary girl, jauh dari predikat cantik yang saat ini dilambangkan sebagai gadis berkulit putih, tubuh semampai, modis, mengikuti klub populer di sekolahnya seperti cheers, tari, marching band. Dalam waktu yang lama dia secara diam-diam mencintai sang senior Shone (Mario Maurer) yang tentu saja most wanted di sekolahnya. Perbedaan antara film dan kenyataan ialah: dalam film, sang pujaan hati secara unexpected juga mencintai si itik buruk rupa, in fact that's nonsense!



Bisa cek trailer disini. Terlepas dari pemilihan angle, plot cerita, naskah, talent, dan tetek bengek tekhnis broadcasting, film ini terasa begitu dekat, begitu saya. Cause it's based on true story of every one, right?

Quotes: "Time changes. People change. But the heart remains true..."

Sunday, July 24, 2011

Rainbow


"If the rain symbolizes sadness, then the sun is happiness. And we need both to be able to see the rainbow ..."
Picture: http://www.flickr.com/photos/saxonymarie/5874009136/lightbox/

10 Reasons Why I Love Coffee



  1. I got my precious moments with coffee
  2. A cup of coffee is very helpful pouring my private restlessness into word
  3. Kopi merupakan katalisator saya untuk bisa pupee :p
  4. Dari kopi turun ke hati. Sounds ridiculous, eh?
  5. Their tastes give me a little musings about love, friendship, life, family, God
  6. I capture many things―people, moments, feelings―on every coffee that I drink
  7. Seorang teman pernah berkata pada saya, "Kalau kisah cintamu dibikin versi layar lebar mungkin judulnya: Lighter I'm in Love"
  8. It smells heavenly!
  9. I felt unexpected when I drink it. That was one-of-a-kind my guilty pleasure: coffee's moment!
  10. He does :)

Friday, July 22, 2011

Light Pollution #4

#EMPAT


I try to run from your side, but each place I hide only reminds me of you…

(MYMP - Only Reminds Me of You)

“Aku minggu depan ke Jakarta. Kita ketemuan ya. Kangen udah sebulan nggak ketemu.”

“HAH? SERIUS?!” Tanya saya.  Seperempat sangsi, tiga perempat sisanya berharap kuping lagi nggak eror.

“Seriuslah, Jelek…”
* * *
Saya senang berada di kota biang macet bernama Jakarta. No matter what people say      Kesumpekan ibukota justru membantu saya melepaskan diri dari penatnya Solo. Ah sebuah paradoks yang lucu memang.
      
Saya mencoba bersembunyi. Dari Solo, dari kampus, dari dia.
      
Kesalahan saya cuma satu: Jakarta. Kotanya dia. Tempat dimana dia (dulu) banyak bercerita. Dan tinggal beberapa hari lagi dia akan datang ke tempat persembunyian saya. Permainan petak umpet inipun harus segera diakhiri. Susah payah saya merangkak keluar dari bilik bernama ‘pelarian’.
* * *
“Kita mau ke mana?”
“Lebak Bulus. Aku mau kasih lihat rumahku dulu, juga tempat nongkrongku.”
      
Pada akhirnya sampailah kami di sana, sebuah komplek perumahan PU di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Di pengkolan itu bercokol pos ronda yang tampak cozy meski hanya terbuat dari bambu, warung kecil dan abang tukang jual ketoprak. Ada banyak lelaki seumurannya yang dia sebut sebagai ‘anak-anak kompleks’, menunggu kami turun dari mobil.
      
Tatapan ‘cieh cieh’ mereka menyambut kami.
      
“Halo… Ninda…” Saya memperkenalkan diri.
     
“Oh jadi ini yang namanya Ninda Ninda itu. Yang ngekos di belakang Ambas kan?” Lelaki yang dipanggil Palak nyamber kayak ember bocor.
     
Eh?
      
Agak keki, saya tersenyum mengiyakan. Padahal dalam hati sudah nari hula-hula persis ABG labil kegeeran.

Akhirnya kami menghabiskan malam bersama anak-anak kompleks dengan bermain futsal. Dia memperkenalkan saya ke semua teman-temannya. Mengijinkan saya memasuki ranah masa lalunya. Seperti membaca sebuah diary terbuka, saya membaca dia.

Jam 2 subuh dia mengantarkan saya pulang. Setelah memarkir mobil, kami berjalan menyusuri gang kecil hingga akhirnya sampailah saya di depan kos.
     
 “Makasih ya, Jeleg buat hari ini,” kata saya
     
Dia mengelus rambut saya yang saat itu terurai dan sedikit lembab karena udara malam. Kemudian bibir kami bertaut lembut, dalam sepersekian detik yang begitu singkat, tanpa tendensi apapun selain “Good night…” ucapan selamat malam.
     
 “Good night…” saya membalas berbisik.
      
Di bawah langit malam yang bias oleh cahaya lampu gedung-gedung pencakar langit…
      
Diselimuti udara yang begitu dingin menyengat kulit…
      
Pada sebuah gang kecil bernama Jl. Pedurenan Masjid…
      
Dalam ambience light polution tersebut saya mengecap manisnya Jakarta.


Empat: Saya menyimpan detail itu dengan nama  “Jakarta road kiss” :)