#TIGA
Saya bertemu banyak orang hebat di sini: Mbak Dini (boss saya), Pak Bambang (boss nya boss saya), Mas Husni-Mbak Vivin-Mbak Ika-Mbak Siska (corpcom XL), Mbak Ira (head of corpcom XL), Pak Hasnul (CEO XL) dan masih banyaaaak lagi. Mereka tampak mempesona di mata saya. Bekerja dengan ritme yang “tek tek tek” dan cara mereka berjalan seperti disetel dua kali lebih cepat daripada orang-orang di daerah.
“Di XL orang-orangnya dituntut kerja cepat dan dinamis, Nin. Jadi jangan kaget ya,” ucap Pak Bambang di Loby Graha XL ketika kami akan berangkat ke Bogor untuk sebuah kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Saya angguk-angguk dengan ritme yang tak kalah cepat.
“Tapi saya suka melihatnya, Pak”
Pak bambang tersenyum.
* * *
Dalam sebuah mason gathering di JCC, saya kembali bertemu dengan boss-boss besar dan para socialite yang di jidatnya nempel invisible print berbunyi “time is money”. Mungkin harga barang-barang yang mereka kenakan from top to toe saat itu bisa buat bayar kos saya di Jakarta selama 3 bulan.
Saya menyimak obrolan mereka, mengamati body language, dan menonton mereka berinteraksi dalam inner circle nya. Nafas saya terengah-engah. Berat. Ternyata seperti ini pola komunikasi socialite di Jakarta. Paling tidak sekarang sudah tahu sedikit, jadi tidak kagok kalau kelak menjadi seperti mereka. Hahaha… (It’s sound from the bottom of my heart)
* * *
Saat itu 23 Juli 2010. Karena boss saya ada urusan corporate di Kalimantan selama beberapa hari, jadilah saya dihibahkan ke XL Pusat. Ada event CSR tahunan Komputer Untuk Sekolah (KUS) yang harus saya ikuti di The Sultan Hotel. Dari XL Pusat yang berada di Menara Prima, saya diculik berangkat lebih dulu untuk three-in-one melewati Jalan Sudirman oleh Mbak Ika dan Mbak Siska. Kami datang terlalu pagi. Dengan perut kriuk-kriuk akhrinya Mbak Siska memutuskan untuk mencari jajanan hotel. Masuklah kami ke sebuah coffee corner di hotel yang bertuliskan “Executive Clubs Only”. Belum-belum saya pusing membayangkan harganya.
Mungkin kami memang lagi apes, ternyata makanan di coffee corner tersebut harus pesan di pantry restoran yang terletak di bagian depan hotel yang singkat cerita belum tersedia. Pada akhirnya saya memesan cappuccino latte sambil mringis.
Di meja sebelah kami duduk kumpulan kakek-kakek yang terlihat sedang asyik berdiskusi dengan secangkir kopi dan cerutu di tangan kanan mereka. Dari penampilannya, mereka terlihat bukan seperti kakek-kakek biasa. Saya terkekeh geli. Obrolan mereka sudah kayak orang mikir negara aja.
“Sis, itu Pak X bukan sih? Mantan Mentri Ekonomi kan?” Tanya Mbak Ika.
Mbak Siska manggut-manggut. “Kayaknya iya. Sebelahnya mantan Mentri Luar Negri si Pak Y kan? Terus yang itu Pak Z…”
Saya bengong. Merutuki guru SD saya atas kebodohan pagi itu. Ya iya lah mereka kayak orang mikir negara! Namanya juga mantan mentri! Ah, dalam imajinasi terliar saya sekalipun tidak pernah membayangkan bisa ngopi pagi hari berdampingan dengan para mentri seperti ini.
Kegiatan KUS berlangsung hingga Pukul 2 siang. Turut hadir di dalamnya Mentri Pendidikan, Muhammad Nuh, Imam Prasojo, dan Presdir XL Hasnul Suhaimi. Seperti layaknya orang penting, Pak Muhammad Nuh pulang terlebih dahulu dikawal ajudannya yang bejibun. Sedangkan Pak Imam Prasojo bahkan mengikuti sampai berakhirnya acara. Ternyata beliau memang dikenal suka berdiskusi ngalor-ngidul. Alhasil sayapun tertahan tidak bisa pulang duluan. Saya bersama rekan-rekan XL turut menyatu dalam perbincangan Pak Imam dan Pak Hasnul. Lagi-lagi kepala saya jadi pening. Hahaha…
Akhirnya Pukul 3 sore kami meninggalkan The Sultan Hotel. Saya pulang membawa sebuah goodie bag, foto bersama Srimulat, cerita, dan mimpi baru. Cappuccino latte tadi pagi masih terasa hangat di perut saya.
Saya ingin suatu saat nanti bisa menjadi “orang”. Seperti mereka. Dan ketika saat itu tiba, saya akan tersenyum manis untuk hari ini sambil mengucap syukur, “Terimakasih Tuhan”.
Tiga: Jangan pernah takut untuk bermimpi! Dan selalu libatkan penyertaan Tuhan dalam setiap mimpi-mimpi Anda.
No comments:
Post a Comment